Halaman

Senin, 24 September 2012

Masa bercocok tanam


Alat-alat yang dihasilkan pada masa bercocok tanam

1)    Kjokkenmoddinger Manusia Purba pada Masa Bercocok Tanam
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, bahwa pada masa bercocok tanam, manusia purba sudah tinggal menetap. Salah satu bukti adanya sisa-sisa tempat tinggal itu ialahkjokkenmoddinger (sampah-sampah dapur). Istilah ini berasal dari bahasa Denmark (kjokken = dapur, modding = sampah). Penemuan kjokkenmoddinger yang ada di pesisir pantai Sumatera Timur menunjukkan telah adanya penduduk yang menetap di pesisir pantai. Hidup mereka mengandalkan dari siput dan kerang. Siput-siput dan kerang-kerang itu dimakan dan kulitnya dibuang di suatu tempat. Selama bertahun-tahun, ratusan tahun, atau ribuan tahun, bertumpuklah kulit siput dan kerang itu menyerupai bukit. Bukit kerang inilah yang disebut kjokkenmoddinger.
 Gambar 4.5 Pebble dari kjokkenmoddinger di Sumatera Timur
Gambar 4.5 Pebble dari kjokkenmoddinger di Sumatera Timur
Di tempat kjokkenmoddinger ditemukan juga alat-alat lainnya, seperti pebble (kapak genggam yang sudah halus), batu-batu penggiling beserta landasannya, alat-alat dari tulang belulang, dan pecahan-pecahan tengkorak.
2)    Abris Sous Rosche Manusia Purba pada Masa Bercocok Tanam
Selain Kjokkenmoddinger, jenis tempat tinggal lainnya ialah abris sous rosche, yaitu tempat berupa gua-gua yang menyerupai ceruk-ceruk di dalam batu karang. Peralatan yang ditemukan berupa ujung panah, flakes, batu-batu penggiling, dan kapak-kapak yang sudah diasah. Alat-alat itu terbuat dari batu. Ditemukan juga alat-alat dari tulang dan tanduk rusa. Tempat ditemukannya abris sous rosche, antara lain Gua Lawa di Ponorogo, Bojonegoro, dan Lamoncong (Sulawesi Selatan).
 Gambar 4.6 Abris sous rosche di Lamoncong, Sulawesi Selatan
Gambar 4.6 Abris sous rosche di Lamoncong, Sulawesi Selatan
3)    Gerabah Manusia Purba pada Masa Bercocok Tanam
Penemuan gerabah merupakan suatu bukti adanya kemampuan manusia mengolah makanan. Hal ini dikarenakan fungsi gerabah di antaranya sebagai tempat meyimpan makanan. Gerabah merupakan suatu alat yang terbuat dari tanah liat kemudian dibakar. Dalam perkembangan berikut, gerabah tidak hanya berfungsi sebagai penyimpan makanan, tetapi semakin beragam, bahkan menjadi barang yang memiliki nilai seni. Cara pembuatan gerabah mengalami perkembangan dari mulai bentuk yang sederhana hingga ke bentuk yang kompleks. Dalam bentuk yang sederhana dibuat dengan tidak menggunakan roda. Bahan yang digunakan berupa campuran tanah liat dan langsung diberi bentuk dengan menggunakan tangan. Teknik pembuatan semakin berkembang, pencetakan menggunakan roda, agar dapat memperoleh bentuk yang lebih baik bahkan lebih indah. Dalam perkembangan ini, pencetakan sudah memiliki nilai seni. Sisi gerabah mulai dihias dengan pola hias dan warna. Hiasan yang ada di antaranya hiasan anyaman. Untuk membuat hiasan yang demikian yaitu dengan cara menempelkan agak keras selembar anyaman atau tenunan pada gerabah yang masih basah sebelum gerabah dijemur. Kemudian gerabah dijemur sampai kering dan dibakar. Berdasarkan bukti ini, para ahli menyimpulkan bahwa pada masa ini manusia sudah mengenal bercocok tanam dan orang mulai dapat menenun.
 Gambar 4.7 Gerabah
Gambar 4.7 Gerabah (Sumber : itrademarket.com/all/gisj/o.html)
4)    Kapak persegi Manusia Purba pada Masa Bercocok Tanam
Pemberian nama kapak persegi didasarkan pada bentuknya. Bentuk kapak ini yaitu batu yang garis irisannya melintangnya memperlihatkan sebuah bidang segi panjang atau ada juga yang berbentuk trapesium. Jenis lain yang termasuk dalam katagori kapak persegi seperti beliung atau pacul untuk yang ukuran besar, dan untuk ukuran yang kecil bernama tarah. Tarah berfungsi untuk mengerjakan kayu. Pada alat-alat tersebut terdapat tangkai yang diikatkan. Orang yang pertama memberikan nama Kapak Persegi yaitu von Heine Geldern.
 Gambar 4.8 Berbagai jenis kapak persegi
Gambar 4.8 Berbagai jenis kapak persegi
Daerah-daerah tempat ditemukannya kapak persegi yaitu di Sumatra, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Maluku, Sulawesi, dan Kalimantan. Batu api dan chalcedon merupakan bahan yang dipakai untuk membuat kapak persegi. Kapak persegi kemungkinan sudah menjadi barang yang diperjualbelikan. Alat ini dibuat oleh sebuah pabrik tertentu di suatu tempat kemudian di bawa keluar daerah untuk diperjualbelikan. Sistem jual-belinya masih sangat sederhana, yaitu sistem barter. Adanya sistem barter tersebut, kapak persegi banyak ditemukan di tempat-tempat yang tidak banyak ada bahan bakunya, yaitu batu api.
 Gambar 4.9 Kapak persegi yang belum dihaluskan
Gambar 4.9 Kapak persegi yang belum dihaluskan
5)    Kapak lonjong Manusia Purba pada Masa Bercocok Tanam
Pemberian nama kapak lonjong berdasarkan pada bentuk. Bentuk alat ini yaitu garis penampang memperlihatkan sebuah bidang yang berbentuk lonjong. Sedangkan bentuk kapaknya sendiri bundar telor. Ujungnya yang agak lancip ditempatkan di tangkai dan di ujung lainnya yang bulat diasah hingga tajam. Ada dua ukuran kapak lonjong yaitu ukuran yang besar disebut dengan walzeinbeil dan kleinbel untuk ukuran kecil. Kapak lonjong masuk ke dalam kebudayaan Neolitihikum Papua, karena jenis kapak ini banyak ditemukan di Papua (Irian). Kapak ini ditemukan pula di daerah-daerah lainnya, yaitu di Seram, Gorong, Tanimbar, Leti, Minahasa, dan Serawak.
 Gambar 4.10 Kapak lonjong dari muka dan samping
Gambar 4.10 Kapak lonjong dari muka dan samping
Selain di Indonesia, jenis kapak lonjong ditemukan pula di negara lain, seperti Walzeinbeil di temukan di Cina dan Jepang, daerah Assam dan Birma Utara. Penemuan kapak lonjong dapat memberikan petunjuk mengenai penyebarannya, yaitu dari timur mulai dari daratan Asia ke Jepang, Formosa, Filipina, Minahasa, terus ke timur. Penemuan-penemuan di Formosa dan Filipina memperkuat pendapat ini. Dari Irian daerah persebaran meluas sampai ke Melanesia.
6)    Perhiasan Manusia Purba pada Masa Bercocok Tanam
Hiasan sudah dikenal oleh manusia pada masa bercocok tanam. Perhiasan dibuat dengan bahan-bahan yang mudah diperoleh dari lingkungan sekitar, seperti hiasan kulit kerang dari sekitar pantai. Hiasan lainnya ada yang terbuat dari yang dibuat dari tanah liat seperti gerabah, dan ada pula yang terbuat dari batu. seperti gelang, kalung, dan beliung.
 Gambar 4.11 Berbagai perhiasan dari batu
Gambar 4.11 Berbagai perhiasan dari batu
Pembuatan hiasan dari batu dilakukan dengan cara, pertama batu dipukul-pukul sampai menjadi bentuk gepeng. Setelah itu kedua sisi yang rata dicekungkan dengan cara dipukul-pukul pula, kedua cekungan itu bertemu menjadi lobang. Untuk menghaluskannya, kemudian digosok-gosok dan diasah sehingga membentuk suatu gelang. Bentuk gelang tersebut dari dalam halus rata dan dari luar lengkung sisinya. Selain dipukul, cara lain untuk membuat lobang pada gelang yaitu dengan cara menggunakan gurdi. Batu yang bulat gepeng itu digurdi dari kedua belah sisi dengan sebuah gurdi dari bambu. Setelah diberi air dan pasir, bambu ini dengan seutas tali dan sebilah bambu lainnya diputar di atas muka batu sampai berlubang.
7)    Pakaian Manusia Purba pada Masa Bercocok Tanam
Kebudayaan lainnya yang dimiliki oleh manusia pada masa bercocok tanam diperkirakan mereka telah memakai pakaian. Bahan yang digunakan untuk pakaian berasal dari kulit kayu. Daerah tempat ditemukan bukti adanya pakaian adalah di Kalimantan, Sulawesi Selatan, dan beberapa tempat lainnya. Pada daerah-daerah tersebut ditemukan alat pemukul kulit kayu. Kulit kayu yang sudah dipukul-pukul menjadi bahan pakaian yang akan dibuat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar